PENERAPAN & PELANGGARAN HUKUM DI INDONESIA
Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan-peraturan yang
dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk
mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan
keselarasan dalam hidup. Dengan kata lain untuk mencegah terjadinya kekacauan
dan lain sebagainya dalam hidup.
Sumber hukum adalah segala apa saja
yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang berisi memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan memaksa.
Pelanggaran Hukum
Pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan perundang-undangan Negara,karena hukum oleh Negara
dimuatkan dalam peraturan perundangan.
Contoh Kasus:
Penerapan
Hukuman Mati & Pelanggaran HAM
1.
Hukuman
mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia yang paling penting, yaitu
hak untuk hidup ( right to life ).
Hak fundamental ( non-derogable rights) ini merupakan jenis hak
yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau dibatasi dalam keadaan
apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila seseorang menjadi
narapidana. Indonesia sendiri ikut menandatangani Deklarasi Universal HAM
dan beberapa waktu lalu Presiden SBY telah berkomitmen akan
menandatangani Kovenan Internasional Hak Sipil Politik, keduanya secara jelas
menyatakan hak atas hidup merupakan hak setiap manusia dalam keadaan apapun dan
adalah kewajiban negara untuk menjaminnya.
2.
Hukuman
mati memiliki turunan pelanggaran HAM serius lainnya, yaitu pelanggaran dalam
bentuk tindak penyiksaan (psikologis), kejam dan tidak manusiawi. Hal ini bisa
terjadi karena umumnya rentang antara vonis hukuman mati dengan eksekusinya
berlangsung cukup lama. Tragisnya Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi
Anti Penyiksaan dan mengadopsinya menjadi UU Anti Penyiksaan No.5/1998.
3.
Penerapan
hukuman mati di Indonesia juga bertentangan dengan perkembangan
peradaban bangsa-bangsa di dunia saat ini. Amnesty
Internasional , mencatat hingga 1 Oktober 2004
lalu, terdapat 118 negara dengan rata-rata pertambahan 3 negara tiap tahun-
yang telah menghapuskan hukuman mati, baik melalui mekanisme hukum maupun
praktek konkrit. Bahkan dari jumlah di atas, 24 negara memasukkan penghapusan
hukuman mati di dalam konstitusinya. Wilayah yang negaranya paling aktif
menghapus praktek hukuman mati adalah Afrika, yang memiliki kultur, sistem
politik, dan struktur sosial yang mirip dengan Indonesia. Penghapusan hukuman
mati -baik melalui mekanisme hukum atau politik- di Indonesia pasti
meninggikan martabat Indonesia di mata komunitas internasional.
Atas
dasar pertimbangan politik
hukum di
Indonesia, hukuman mati harus ditolak karena:
1.
Karakter
reformasi hukum positif Indonesia masih belum menunjukkan sistem peradilan yang
independen, imparsial, dan aparatusnya yang bersih. Bobroknya sistem peradilan
bisa memperbesar peluang hukuman mati lahir dari sebuah proses yang
salah. Kasus hukuman mati Sengkon dan Karta yang lampau di Indonesia bisa
menjadi pelajaran pahit buat kita. Hukum sebagai sebuah institusi buatan
manusia tentu tidak bisa selalu benar dan selalu bisa salah. Bahkan menurut
riset Amnesty Internasional, di Amerika Serikat (sejak 1973) sekalipun telah
terjadi kesalahan sistem judisial terhadap 116 orang terpidana mati.
2.
Dari
kenyataan sosiologis, tidak ada pembuktian ilmiah hukuman mati akan mengurangi
tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah gagal menjadi faktor
determinan untuk menimbulkan efek jera, dibandingakan dengan jenis hukuman
lainnya. Kajian PBB tentang hubungan hukuman mati ( capital punishment) dan angka pembunuhan
antara 1988-2002 berujung pada kesimpulan hukuman mati tidak membawa pengaruh
apapun terhadap tindak pidana pembunuhan dari hukuman lainnya seperti
hukuman seumur hidup. Meningkatnya kejahatan narkoba, terorisme, atau kriminal
lainnya tidak semata-mata disebabkan oleh ketiadaan hukuman mati, namun oleh
problem struktral lainnya seperti kemiskinan ataU aparat huku/negara yang
korup. Bahkan untuk kejahatan terorisme hukuman mati umumnya justru menjadi
faktor yang menguatkan berulangnya tindakan di masa depan. Hukuman mati justru
menjadi amunisi ideologis untuk meningkatkan radikalisme dan militansi para
pelaku.
3. Praktek hukuman mati di Indonesia selama ini masih bias kelas dan diskriminasi, di mana hukuman mati tidak pernah menjangkau pelaku dari kelompok elit yang tindak kejahatannya umumnya bisa dikategorikan sebagai kejahatan serius/luar biasa. Para pelaku korupsi, pelaku pelanggaran berat HAM dengan jumlah korban jauh lebih masih dan merugikan ekonomi orang banyak tidak pernah divonis mati.
4.
Penerapan
hukuman mati juga menunjukkan wajah politik hukum Indonesia yang kontradiktif.
Salah satu argumen pendukung hukuman mati adalah karena sesuai dengan hukum
positif Indonesia. Padahal semenjak era reformasi/transisi politik berjalan
telah terjadi berbagai perubahan hukum dan kebijakan negara. Meski hukuman mati
masih melekat pada beberapa produk hukum nasional, namun reformasi hukum juga
menegaskan pentingnya hak untuk hidup. Pasal 28I ayat (1) UUD '45 (Amandemen
Kedua) menyatakan:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan umum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
Dikutip dari:
kontras.org & id.wikipedia.org
0 komentar:
Post a Comment