STRATIFIKASI SOSIAL DI INDONESIA
Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah
perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara
bertingkat (hirarkis).
Dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial:
·
Kekayaan
·
Kekuasaan
·
Kehormatan
·
Ilmu
Pengetahuan
Stratifikasi
Sosial di Indonesia
Indonesia
merupakan bangsa yang memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau
pengelompokan suatu masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu secara
vertikal. Stratifikasi sosial sebenarnya sudah ada sejak jaman Indonesia di
jajah oleh Belanda dan Jepang. Koloni mengelompokkan masyarakat Indonesia ke
dalam golongan-golongan tertentu sesuai dengan rasnya. Akan tetapi di jaman
sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi dikelompokkan berdasarkan ras.
Stratifikasi sosial di Indonesia lebih mengarahkan penggolongan suatu
masyarakat yang dinilai dari segi status sosialnya seperti jabatan, kekayaan,
pendidikan atau sistem feodal pada masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat
Bali. Sedangkan ras, suku, klan, budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan
secara horizontal.
Terdapatnya
masyarakat majemuk di Indonesia tidak serta muncul begitu saja, akan tetapi
karena faktor-faktor seperti yang dijelaskan dalam artikel Nasikun (1995)
yaitu, pertama keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih 3000
pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya yang banyak
seperti Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan lain-lain. Kedua ialah Indonesia terletak
di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya
pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha,
dan Hindu. Dan ketiga ialah iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang
tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata pencaharian antar wilayah satu
dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat membedakan moblitas
suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah yang
berbeda.
Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam
artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk ialah
(1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki
sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain, (2) Memiliki struktur sosial yang
terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, (3) Kurang
mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial
yang bersifat dasar, (4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara
kelompok satu dengan kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial
tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6)
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.
Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap
adanya konflik. Hal tersebut dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok
masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lainnya. Hal tersebut dirasa wajar
mengingat terdapat banyaknya suku budaya yang ada di Indonesia yang
masing-masing dari suku tersebut merasa bahwa sukunya lebih dominan dari suku
lain. Seperti pernyataan dari pendekatan konflik, bahwa masyarakat majemuk
terintegrasi di atas paksaan dari suatu kelompok yang lebih dominan dan karena
ada saling ketergantungan antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64).
Kelangsungan hidup suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya
nilai-nilai umum tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang
akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka
hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun 1995, 65). Sehingga dari proses
sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi resiko konflik antar
masyarakat dalam pandangan yang etnosentris.
Dari pandangan penulis dapat disimpulkan
bahwa, stratifikasi yang terdapat di dalam bangsa Indonesia seharusnya dapat
dimengerti secara bijak. Kemunculan sistem penggolongan masyarakat ke dalam
kelompok-kelompok tertentu tidak begitu saja muncul di atas kemajemukan suatu
bangsa. Ada sebuah hal yang dihargai dalam suatu kelompok masyarakat yang
menyebabkan stratifikasi sosial itu dibutuhkan. Dan pluralitas yang terdapat
dalam bangsa Indonesia seperti perbedaan agama, suku, budaya dan ras seharusnya
tidak dijadikan sebuah masalah mengingat semboyan yang selalu ditanamkan oleh
masyarakat Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Dan pasca merdekanya Indonesia, menurut penulis perbedaan-perbedaan tersebut
semakin membesar mengingat bahwa suatu masyarakat di dalam suatu wilayah akan
terus berkembang.
Dikutip dari:
Wikipedia & nurfadhilahtia94.wordpress.com
0 komentar:
Post a Comment