[ILMU BUDAYA DASAR] Manusia dan Penderitaan - Tragedi Masyarakat Rohingya



Dalam tema kali ini adalah “Manusia dan Penderitaan” saya mengambil topic tentang tragedi Masyarakat Rohingya yang sedang banyak dibicarakan dikalangan masyarakat saat ini.

Sudah hampir sekitar 1.500 lebih pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh diselamatkan oleh nelayan Aceh. Para pengungsi Myanmar dan Bangladesh telah mendapat perawatan medis dan bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia dan pemerintah provinsi Aceh. Meski berbeda motif dan tujuan pengungsian, khususnya pengungsi Myanmar berasal dari warga minoritas etnis Rohingya.

Apapun alasan pemerintah junta militer Myanmar, konflik etnis yang berbau SARA di provinsi Rakhine merupakan bencana kemanusiaan yang sangat memilukan di abad ke-20. Peristiwa eksodus para warga minoritas etnis Rohingya karena mereka tidak lagi mendapat keamanan di tempat kelahirannya. Pengusiran seorang atau sekelompok warga dari tanah kelahirannya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Sejak kerusuhan Rakhine pada Juni 2012, pertikaian antarwarga etnis di Myanmar semakin memanas. Dalam pemberitaan di Tempo.Co online diinformasikan bahwa peran penting seorang biksu muda radikal bernama Ashin Wirathu. Biksu radikal dari kelompok ‘969’ dipenjara selama 7 tahun gara-gara menghasut gerakan anti Islam. Penganut agama Budha yang berjumlah 60 juta di Myanmar telah lama menimbulkan kebencian dan ketidaksukaan pada muslim Rohingya karena provokasi biksu radikal itu.

Pelarian warga minoritas etnis Rohingya juga dipicu oleh kebijakan politik Pemerintah Myanmar yang menarik kartu putih dan tidak berlaku sejak 31 Maret 2015 bagi Rohingya. Kartu putih adalah kartu identitas yang dikenakan bagi orang-orang yang tinggal di Myanmar, namun tidak mendapatkan status resmi sebagai penduduk. Pemegang kartu putih berarti mereka bukanlah warga negara Myanmar alias warga negara asing (WNA).

Masalah yang dihadapi etnis Rohingya karena status kewarganegaraannya. Di Provinsi Rakhine, tempat dominan bermukim warga etnis Rohingya terdapat sekira 660 ribu pemegang kartu putih dan 83 persen pemegang kartu putih adalah etnis Rohingya. Sejak kebijakan politik Presiden Myanmar, Thein Sein, diberlakukan sudah sekira 300.432 kartu putih telah ditarik. Kebijakan politik pemerintah junta militer Mynmar mendapat tekanan politik dari warga Myanmar lainnya.

Pelanggaran HAM yang telah terjadi di Myanmar dan disaksikan di depan mata dunia internasional, menyulut kritik dan sorotan terhadap pejuang HAM Aung San Sun Kyi yang dianggap hanya diam menyaksikan pembunuhan dan pembantaian massal terhadap warga minoritas etnis Rohingya. Aung San Sun Kyi adalah aktivis prodemokrasi Myanmar dan Pemimpin National League for Democracy yang telah memeroleh Nobel Perdamaian.

Peristiwa yang menimpa warga minoritas etnis Rohingya seolah-olah menutup mata Aung San Sun Kyi. Karena itu, semestinya Nobel Perdamaian yang disematkan kepada aktivis prodemokrasi itu perlu dicabut dan dikembalikan. Perlakuan semena-mena terhadap warga minoritas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari marwah demokrasi. Warga minoritas yang terdiskriminasi perlu mendapat bantuan agar tidak terjadi pembunuhan dan pembantaian massal bagi komunitas Rohingya.

Tragedi ini sempat mendapat perhatian badan perdamaian dunia atau PBB karena banyak Negara-negara yang tidak menerima pengungsi dari rohingya tersebut dengan alasan illegal. Namun banyak Negara-negara yang masih perduli dengan tragedy ini yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapore. Tragedi ini menjadi tragedi kemanusiaan terbesar setelah tragedi Israel yang menyerang Negara Palestina.



(Dikutip dari berbagai sumber)
Share on Google Plus

About Yogi Husyen Prasetya

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment