PERMASALAHAN SOSIAL DI INDONESIA
Permasalahan
sosial. Kalau kita bahas Permasalahan Sosial di Indonesia ga ada habisnya, dari dulu sampai sekarang dari orde baru sampai
reformasi sekarang pun permasalahan sosial di indonesia selalu muncul.
Saya
kali ini akan membahas permasalahan sosial di Indonesia yang sangat klasik
namun menarik, yaitu tentang Tragedi Mei 1998.
Kerusuhan
ini diawali oleh Krisis Finansial Asia
pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto atau pada masa Orde Baru. Kerusuhan
itu juga dipicu oleh penembakan empat mahasiswa Trisakti dalam demonstrasi pada
12 Mei 1998. Kerusuhan ini menimbukan Penjarahan, Perkosaan, Penembakan, dan
bahkan Penculikan.
Dimulai
dari penjarahan toko-toko milik warga indonesia keturunan Tionghoa. Pusat
kerusuhan terbesar ada di Jakarta, penjarahan ini didalangi oleh militer yang
berpaiakain seragam SMA yang melakukan tindakan provokasi anti-cina dan
melakukan pengrusakan hinga pembakaran toko-toko milik warka keturunan Tionghoa
tersebut. Banyak ruko bertuliskan “Milik
Pribumi” atau “Muslim” sebagai upaya si pemilik menghindari massa merampok
tokonya. Dalam peristiwa tersebut dikabarkan 1.190 korban meninggal karena luka
bakar dan 27 korban meninggal karena senjata atau lain, serta 91 orang
luka-luka dan 31 orang dinyatakan diculik atau hilang.
Satu hal yang tidak diketahui banyak orang dalam Tragedi Mei
1998 adalah kekerasan seksual. Banyak etnis tionghoa yang menjadi korban
kekerasan seksual tersebut, mulai dari perkosaan, pelecehan seksual dengan
penganiayaan, hingga kekerasan seksual dengan pembunuhan. Mengapa harus etnis
tionghoa?
Indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam suku dan ras.
Etnis Tionghoa masuk Indonesia melalui perdagangan yang kemudian melebur
menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Dalam buku Konflik Kekerasan Internal (2005), Robert Cribb mengatakan “asal
usul rasisme itu pada umumnya diidentifikasi sebagai sistem klasifikasi suku
yang digunakan pemerintah kolonial Belanda sebelum tahun 1942, yang membagi
penduduk India Belanda ke dalam kategori ‘Eropa’, ‘Asli’, atau ‘Timur Asing’“.
Maka, menurut Cribb, muncul suatu kesimpulan bahwa kekerasan anti
Indonesia-Tionghoa merupakan taktik pengalih-perhatian pemerintah, supaya
masyarakat menumpahkan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah kepada
etnis turunan yang minoritas serta menjadi sasaran terhadap sumber masalah
sosial, seperti kesenjangan sosial.
Sistem klasifikasi tersebut juga dipakai Soeharto pada
pemerintahannya melalui pengelompokan status pribumi dan Tionghoa dalam KTP
pada saat itu. Etnis tionghoa dijadikan kambing
hitam oleh pemerintahan pada masa itu, sehingga kerusuhan yang terjadi bisa
dimaklumi sebagai kasus konflik kesenjangan sosial antar etnis, walaupun
sesungguhnya bukan.
Permasalahan sosial yang seperti ini sudah banyak terjadi di
indonesia dimulai dari faktor politik, perbedaan suku, hingga selisih antar
aparat seperti TNI-Polri. Sehingga dapat berdampak buruk dalam sosial
bermasyarakat di Indonesia. Dan mengapa banyak warga yang ikut menjarah
toko-toko etnis tionghoa dengan suka cita? Apakah pendidikan indonesia saat itu
masih rendah sampai-sampai banyak yang “dibohongi”
dan mudah untuk di provokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Mengenai tragedi tersebut harus di usut tuntas siapa dalang
sebenarnya agar bangsa indonesia tidak ada dalam bayang-bayang tragedi Mei 1998
itu. Kalau aparat penegak hukumnya saja berselisih bagaimana bisa mengamankan
negara ini dari Permasalahan Sosial seperti kerusuhan ini.
Dikutip dari: SadarSejarah & Wikipedia
0 komentar:
Post a Comment